Larangan Ekspor Ternyata Tak Bergigi, Harga Beras di India Belum Turun

SHARE  

Farmers work in a paddy field on the outskirts of Guwahati, India, Tuesday, June 6, 2023. Experts are warning that rice production across South and Southeast Asia is likely to suffer with the world heading into an El Nino. (AP Photo/Anupam Nath) Foto: AP/Anupam Nath

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga beras di India dilaporkan terus naik dan mahal di tengah musim panen meski pemerintah telah melarang ekspor beras non-Basmati sejak tahun 2023 lalu.  Tak hanya melarang ekspor, India juga menaikkan harga minimum pada ekspor beras Basmati.

Akibat kebijakan India itu, harga beras di pasar internasional terus menanjak hingga cetak rekor tertinggi.  Sebagai informasi, kebijakan itu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menekan laju kenaikan harga beras domestik yang kemudian memicu lonjakan inflasi India. 

Mengutip Commodity Insights S&P Global, India telah memberlakukan kebijakan pembatasan ekspor beras putih non-Basmati, mengenakan bea masuk sebesar 20% pada ekspor beras setengah matang, serta menetapkan harga ekspor minimum Basmati sebesar US$950/mt sejak 20 Juli 2023 lalu.

Hanya saja, kebijakan pembatasan ekspor yang tidak memberikan dampak signifikan itu, akhirnya mendorong pemerintah India mengeluarkan peringatan kepada pengecer untuk menurunkan harga. Malah, menurut pengusaha penggilingan padi dan eksportir, tidak ada tanda-tanda penurunan harga yang signifikan, setidaknya sampai musim panen kharif (musim hujan, Juni-September) berikutnya. Hal itu disebabkan tingginya harga pengadaan yang dijanjikan oleh pemerintah sejumlah negara bagian, dan kuatnya permintaan dari negara bagian di India selatan.

Baca: Ironis! India Bergulat dengan Kelaparan, padahal Lumbung Pangan Dunia

“Saya pikir kita harus menunggu hingga September-Oktober 2024 untuk melihat 5% PB IR 64 mencapai level US$430-US$450 per ton. Sampai saat itu kami yakin harga akan tetap tinggi,” kata seorang pedagang yang berbasis di Singapura, dikutip dari insight yang dirilis S&P Global, Rabu (31/1/2024).

Sementara itu, seorang eksportir yang berbasis di Kakinada juga menilai pasar perlu stabilisasi untuk membangun pesanan. “(Namun) hal ini tidak terjadi. Ada ketakutan di benak pembeli dan penjual. Tidak ada yang mau mengambil risiko. Kita perlu mengambil langkah kecil dan memastikan kita tidak merugi, sekaligus berbisnis dan juga menghasilkan keuntungan. Omset yang layak sebelum akhir tahun finansial. Kurang lebih bisnis tampaknya akan membosankan selama 6 bulan ke depan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Atase Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS) di India memperkirakan total produksi beras di India mengalami penurunan, yakni sebesar 128 juta ton pada periode Oktober 2023 – September 2024, dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama 135,5 juta ton.

Baca: Harga Cabai-BBM Turun, Inflasi Januari Diramal Adem Ayem

Adapun penyebab turunnya produksi beras di India pada musim kharif tahun 2023-2024, diketahui karena dampak adanya kondisi cuaca kering akibat fenomena cuaca El Nino, dan lambatnya penanaman rabi (musim dingin, Oktober-Mei) yang telah mengesampingkan perbaikan kondisi pasokan dalam waktu dekat.

Selain itu, meski ada pembatasan perdagangan, harga beras lokal tetap tinggi meski di tengah musim panen tahun 2023 sehingga mendorong pemerintah mengeluarkan peringatan kepada pengecer untuk menurunkan harga.

Sementara itu, terkait stok beras di India, Food Corporation of India (FCI) merilis data per 1 Desember 2023 naik 15% setara tahunan menjadi 56 juta ton. Stok beras giling meningkat 59% secara tahunan menjadi 18,4 juta ton, sementara stok padi naik 1,3% secara tahunan menjadi 37,6 juta ton.

“Tingkat stok beras FCI saat ini jauh di atas standar buffer stock pemerintah sebesar 7,61 juta ton beras, termasuk cadangan strategis dan stok https://trukgandeng.com/operasional,” tulis S&P Global

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*