Foto: Bendera nasional Rusia berkibar di depan Aula Besar Rakyat sebelum upacara penyambutan Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin di Beijing pada 24 Mei 2023. (POOL/AFP via Getty Images/THOMAS PETER)
Jakarta, CNBC Indonesia – China tiba-tiba “menyerang” Rusia. Ini bukan terkait senjata atau militer melainkan ekonomi.
Sejumlah bank-bank asal China memutuskan untuk membatasi operasi dengan Rusia, sebagaimana dimuat media Amerika Serikat (AS) Newsweek, Selasa (13/2/2024). Hal ini terjadi saat Moskow mendapatkan embargo ekonomi besar-besaran dari negara-negara Barat lantaran serangannya ke Ukraina.
Beberapa bank besar China membatasi akses mitra Rusia terhadap layanan mereka atau memutuskan hubungan sama sekali. Sistem pembayaran China UnionPay, yang pernah disebut-sebut sebagai pengganti MasterCard dan Visa, juga menarik diri untuk membatasi eksposurnya.
Pekan lalu, surat kabar bisnis Rusia Vedomosti mengatakan Bank Komersial Zhejiang Chouzhou telah menangguhkan semua transaksi untuk klien dari Rusia dan juga Belarusia. Bank itu diketahui adalah lembaga utama yang digunakan oleh eksportir Rusia.
Keputusan bank tersebut untuk menghentikan penyelesaian dengan bisnis Rusia dan Belarusia diprediksi terkait dengan perluasan kontrol keuangan Amerika Serikat (AS) yang diumumkan dalam beberapa pekan terakhir. Ini berpotensi dapat menempatkan bank tersebut pada risiko sanksi sekunder bila terus berhubungan dengan entitas Rusia.
Newsweek pun mengatakan para ahli yang menjadi sumber mengklaim dampaknya kemungkinan akan terasa setelah periode Tahun Baru Imlek yang biasanya dikaitkan dengan tingkat aktivitas ekonomi yang lebih rendah di China. Namun sayangnya, Kementerian Luar Negeri China belum memberi tanggapan soal pemberitaan ini.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Andrey Rudenko, membantah bahwa bisnis di negaranya mengalami masalah dalam menyelesaikan pembayaran dengan China. Menurutnya, hubungan ekonomi Moskow dan Beijing tetap kokoh dan dapat menyelesaikan berbagai macam persoalan.
“Rudenko, yang pernyataannya menunjukkan bahwa bank tersebut mungkin terlalu berlebihan dalam mengambil tindakan, tetap yakin bahwa Moskow dan Beijing akan menyelesaikan masalah ini,” lapor media resmi negara Rusia, TASS.
Rudenko menunjuk pada perluasan perdagangan Rusia dengan China. Di mana secara eksklusif rata-rata diselesaikan dalam rubel Rusia atau yuan China pada tahun lalu.
“Dan ini adalah demonstrasi pertama dari fakta bahwa kita memecahkan masalah tersebut,” kata Rudenko.
Ini juga sebelumnya ditegaskan Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pekan lalu. Ia mengatakan bahwa Moskow “melakukan dialog yang erat dengan teman-teman China kami dan, tentu saja, kami akan menyelesaikan semua masalah yang muncul”.
Rusia sendiri menjalin hubungan dagang yang lebih erat dengan China pasca sanksi Barat. Moskow mulai mengalirkan hasil-hasil energi dan pertaniannya ke Negeri Tirai Bambu, dengan volume perdagangan keduanya mencapai US$ 240,1 miliar (Rp 3.737 triliun) pada tahun 2023, naik 26,3% dari tahun sebelumnya,
Kedua negara juga mulai menggarap program melepaskan dependensi dari dollar AS atau yang dikenal dengan de-dolarisasi. Ini dilakukan dalam kerangka pakta ekonomi BRICS, yang diikuti keduanya dengan Brasil, India, dan Afrika Selatan.
Di sisi lain, Bank Sentral Rusia, mengungkap lebih dari sepertiga impor dan ekspor Rusia dengan China kini diselesaikan dengan yuan. Ini dikatakan tegas oleh kepala bank sentral, Elvira Nabiullina, berbicara https://knalpotbelah.com/dengan RIA Novoski.